Mengenang Pak Rinto: Tokoh Muhammadiyah dan Pemerhati Lingkungan yang Penuh Kesederhanaan
YOGYA – Pandemi Covid-19 ini menguji kesabaran kita dengan kabar duka yang seakan tidak habis-habis. Begitupun yang dirasakan keluarga besar Muhammadiyah khususnya di Kota Yogyakarta ketika mendengar berita berpulangnya Drs. Ryanto Tri Nugroho, Kamis (15/7). Pria yang akrab dipanggil dengan nama Rinto ini adalah salah satu Wakil Ketua PDM Kota Yogyakarta. Hasil tes swab PCR Puskesmas Mantrijeron menunjukkan bahwa almarhum meninggal dalam keadaan positif Covid-19 setelah beberapa hari terserang gejala flu.
“Teman-teman PDM merasa sangat kehilangan. Banyak hal yang sulit dilakukan orang lain, tapi Pak Rinto bisa mudah melakukannya,” tutur H. Ashad Kusuma Djaya, juga Wakil Ketua PDM Kota Yogyakarta. Almarhum dikenal sebagai pribadi yang paham betul seluk beluk birokrasi dan alur organisasi. Maklum, selain aktif di Muhammadiyah, sehari-hari ia bekerja sebagai birokrat dengan jabatan terakhir Camat Tegalrejo.
Menurut penuturan Ashad, sebelum menjadi wakil Ketua, Rinto diamanahi sebagai Ketua LHKP (Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik). Masa itu LHKP PDM bisa merangkul para politisi lintas partai, termasuk PDIP dan lainnya. Bahkan salah satu kerabat Kraton Yogyakarta, KRT Purbokusumo yang dikenal dengan sebutan Ndara Acun, sering mengikuti diskusi LHKP.
Sosok lain yang juga turut diajak terlibat di LHKP adalah Dr. Imam Qalyubi. Doktor linguistik dan Dosen IAIN Palangkaraya ni sempat ikut dalam kegiatan-kegiatan LHKP PDM Yogyakarta saat menjalani masa studi doktoral di UGM. “Banyak kenangan indah saya dengan Mas Rinto”, tuturnya. Ia mengaku sering bersama Rinto ngangsu kawruh di banyak komunitas sekaligus memberikan pemahaman Islam lewat budaya dan sejarah di masjid-masjid.
Kedukaan atas wafatnya Pak Rinto juga dirasakan aktivis Muhammadiyah di tingkat cabang. Gani Supriyanto, Ketua PCM Tegalrejo, menyampaikan kedukaannya melalui sambungan telepon (16/7), “Saya jujur merasa kehilangan seorang partner.” Keduanya bersama-sama membina Kampung Santri di Jatimulyo, Tegalrego, kampung dengan potensi pertanian perkotaan yang dibina Muhammadiyah.
“Beliau sangat peduli terhadap lingkungan, tidak cuma teori, tapi betul-betul konkrit,” tutur Gani.
Rinto begitu dekat dengan aktivitas kepedulian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Sebelum di Kampung Santri, almarhum dikenal rajin mendampingi aktivitas Mina Tani Muhammadiyah Kota Yogyakarta, wadah warga Muhammadiyah yang memiliki hobi bercocok tanam dan memelihara ikan. Di Kampung Santri yang baru beberapa bulan berdiri, kegiatan kampung cukup banyak. Mulai pelatihan pertanian perkotaan untuk warga, pembuatan penampungan air hujan, pengadaan ruang terbuka hijau, dan sebagainya.
Dinamakan Kampung Santri bukan hanya karena banyak santri pondok pesantren yang dilibatkan dalam kegiatan, juga dapat membentuk masyarakat Jatimulyo supaya memiliki “akhlak santri” yang peduli terhadap lingkungan alamnya. Menurut para penggeraknya, meskipun tidak semua warganya muslim, tapi semangat mencintai lingkungan yang merupakan ciri “akhlak santri” ini perlu dibangun untuk semua orang.
Pak Rinto pensiun sebagai camat pada April 2020. Selama mengenalnya, Gani mengaku jarang sekali melihat sosok yang saat itu menjadi camat menggunakan mobil inventaris kantor di acara-acara kecamatan, malah lebih sering mengendarai motor Scoopy kemana-mana. Oleh karenanya, almarhum juga dikenal sebagai pribadi sederhana dan apa adanya.
Kesederhanaan itu yang juga dirasakan Muryanto, Ketua PRM Patehan, yang sekaligus sahabat dekat Rinto sejak zaman main nekeran, gobak sodor, dan benthik. Mereka sejak kecil tumbuh bersama di kampung Nagan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Salah satu pengalaman kanak-kanak yang masih berkesan adalah ketika masih jarang orang memiliki sepeda, Rinto yang saat itu sudah punya sepeda rela meminjamkan sepedanya terutama pada Muryanto.
Keduanya menjadi teman akrab di lingkungan rumah dan sama-sama aktif di mushola. Di sinilah, nantinya mereka mulai terlibat aktif di Muhammadiyah. Rinto, bersama Muryanto dan teman-teman lainnya, menginisiasi berdirinya pengajian muda-mudi antarmasjid di Kecamatan Kraton. “Tiap malam Ahad, malam minggon, lho. Kalau dulu kan malam minggu untuk wakuncar (waktu kunjung pacar) ya istilahe, niku dinggo pengajian,” tutur Muryanto saat mengobrol di suatu sore (16/7) mengenang masa mudanya bersama sahabatnya.
Muryanto juga mengenang Rinto sebagai pribadi yang selalu tergerak menolong orang lain. Salah satu diingat adalah momen ketika almarhum mengajak beberapa teman untuk bersama-sama membantu tetangga yang saat itu kesulitan menyekolahkan anaknya ke SMP. Nyaris saja, anak tersebut berhenti sekolah karena diminta langsung bekerja setelah lulus SD. Rinto, Muryanto, dan teman-teman yang lain bekerja sama untuk membantu keluarga tersebut.
Betapa banyak kesan baik yang didapatkan ketika bersinggungan langsung dengan sosok Rinto. Kini meskipun mereka merasa kehilangan, namun kebaikan dan inspirasi akan terus dikenang dan ditularkan supaya membuahkan lebih banyak kebaikan. (*)
Wartawan: Ahimsa
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow