News

News

MediaMU.COM

May 18, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang
Breaking
Mesra Banget! PWM dan PWNU DIY Silaturahmi dan Siap Kerja Bareng Umat Muslim Debat Soal Fatwa Musik, Ini Kata Ketua PWPM DIY Pelatihan Paralegal oleh ‘Aisyiyah dan BPHN Tingkatkan Akses Bantuan Hukum PCIM Amerika Bergabung Dalam Gelombang Dukungan Global untuk Palestina Songsong Milad ke-107, 'Aisyiyah Komitmen Perkuat Dakwah Kemanusiaan Semesta Abdul Mu'ti: Bukan Mendiskriminasi, Islam Justru Memuliakan Perempuan Lewat Workshop, BMT UMY Komitmen Wujudkan “Modernisasi Koperasi” di Kabupaten Bantul Komitmen Mengabdi Di Daerah 3T, PENA UMY Menuju Sambi Rampas Gallery Walk GCWRI Jadi Saksi Aksi Pemuda-Pemudi Lintas Iman Rawat Perdamaian dan Lingkungan  Nur Ahmad Ghojali Harapkan LKSA Panti Asuhan Muhammadiyah Unggul Berkemajuan PC IMM Djazman Al Kindi Yogya dan BEM UAD Gelar Simposium Pemikiran Islam, Hadirkan Pendiri IMM JISRA Indonesia Suarakan Ecofeminism dan Kerukunan Lintas Iman dalam Global Conference on Women’s Rights in Islam (GCWRI) PCM Ngampilan Adakan Silaturahmi Sekaligus Pelepasan Calon Jamaah Haji Mie Lezatmu dan Mocaf Jadi Bukti Inovasi Cabang-Ranting Muhammadiyah dalam Dakwah Ekonomi PSHW UMY Amankan Tiket Menuju Babak 32 Besar Liga 3 Nasional Gelar Workshop Nasional, LPCRPM PP Siapkan Penguatan Cabang, Ranting, dan Masjid Mahasiswa UAD Tuntut Palestina Merdeka, Presiden BEM UAD: Negara Arab Jangan Cuma Peduli Minyak Saja! Ikut Aksi Bela Palestina, Rektor UAD: Anak Kecil Juga Pedih dengan Penderitaan Palestina Serukan Dukungan Palestina Merdeka, Dosen UAD: Pro Israel Hukumnya Haram Mughallazah Aksi Bela Palestina Menggema di Seluruh Kampus Muhammadiyah dan Aisyiyah

IMM UGM: Setelah AS Mundur, Bagaimana Situasi Afghanistan?

Foto: Ahimsa/mediamu.com

YOGYA – Merespon kabar belakangan mengenai situasi terbaru negara Afghanistan, Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Universitas Gadjah Mada (PK IMM UGM) mengadakan kegiatan diskusi publik “Kekalahan Afghanistan dan Perubahan Geopolitik Dunia”. Kegiatan ini diadakan Jumat (20/8) malam  dan menghadirkan kurang lebih 35 peserta melalui teleconference.

Kegiatan ini dibuka dengan pengantar dari Sulchan Fathoni, Ketua Komisariat IMM UGM. “Pada hari ini kita berkumpul dalam lingkar rahmat Allah Yang Maha Esa untuk niat yang satu, yaitu menuntut ilmu,” katanya.

Menurut Sulchan Fathoni, fenomena yang terjadi di sekeliling, termasuk mengenai kondisi Afghanistan baru-baru ini, merupakan bagian dari ayat-ayat Allah yang harus dikaji dan dipelajari.

Diskusi menghadirkan Rizki Tri Nur Chassanah sebagai pemantik. Ia adalah mahasiswi Hubungan Internasional (HI) UGM angkatan 2018. Acara dimoderatori Hafidzan Arhab, mahasiswi Jurusan Sastra Arab UGM angkatan 2019.

Berbentuk diskusi publik, kegiatan ini tidak difokuskan pada penyampaian materi, namun dialog dengan peserta. Pemantik hanya mengawali dengan beberapa penjelasan.

TN, sapaan akrab Rizki Tri Nur Chassanah, mengawali materi dengan menceritakan kembali sejarah kontestasi kekuasaan di Afghanistan. Kondisi geopolitik yang tidak terlepas dari situasi geografis dan kondisi alam dapat dilihat dari posisi Afghanistan di pertemuan negara-negara Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Timur.

 “Dampak kondisi Afghanistan tidak hanya di wilayah-wilayah ini, juga secara internasional,” terangnya.

Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu negara yang juga tertarik memberikan pengaruhnya di tanah ini. Dilatarbelakangi sejarah tahun 1979 ketika Afghanistan diduduki Uni Soviet. Pendudukan Uni Soviet memicu munculnya kelompok muslim anti-Uni Soviet yang didominasi ideologi Islam fundamentalis.

Persinggungan AS-Afghanistan secara langsung terjadi setelah peristiwa 911 (11 September 2001) yakni penyerangan Gedung World Trade Center (WTC) di AS yang diduga dilakukan kelompok teroris Al Qaeda.

Presiden Bush yang baru saja berkuasa di AS melancarkan serangan ke Afghanistan yang dikuasai kelompok Taliban. Taliban diduga melindungi Al Qaeda. Sejak 2001, kekuasaan Afghanistan digantikan pemerintahan yang dibentuk oleh pengaruh AS.

Baru beberapa saat terakhir, dunia mulai ramai lagi membahas Afghanistan dikarenakan Presiden AS saat ini, Joe Biden, memutuskan menarik tentaranya dari Afghanistan. Dengan begitu, Taliban yang sebelumnya terpinggirkan mulai hadir lagi dan berusaha menguasai Afghanistan meskipun tidak secara represif.

Menurut TN, setidaknya ada tiga konsekuensi yang kemungkinan bisa terjadi karena situasi ini.

Pertama, adanya kemungkinan pecah perang sipil karena penduduk Afghanistan tidak semuanya mendukung keberadaan Taliban, khususnya yang berada di wilayah utara.
Kedua, munculnya kekhawatiran dari negara Tiongkok yang merupakan negara tetangga bahwa ini dapat mengancam keamanan negaranya. Sehingga Tiongkok mulai terlihat bergerak dalam pelatihan militer dengan Tajikistan dan melakukan pendekatan ekonomi ke Afghanistan.
Ketiga, situasi ini juga berpotensi menimbulkan emigrasi besar-besaran.

Kaitan dengan pengaruhnya terhadap dunia internasional, termasuk Indonesia, adalah kemungkinan munculnya kembali gerakan-gerakan Islam fundamentalis seperti Jemaah Islamiyah (JI).

Diskusi dilanjutkan dengan sesi dialog yang cukup hidup. Tanggapan-tanggapan selain dari kader IMM UGM, hadir pula kader IMM Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Padjadjaran (Unpad), Ciputat, dan sebagainya.

Di antara pertanyaan yang muncul adalah mengenai apakah Taliban ini baik atau buruk. “Benar salah itu penilaian yang agaknya hitam putih,” terang pemantik menanggapi.

Perlu ada usaha mengkritisi situasi sebenarnya dan bahwa sikap yang harus diambil adalah memihak hal-hal yang dapat menjamin keamanan manusia. Selama Taliban menjamin keamanan masyarakatnya, maka tidak masalah. Tapi kalau malah membuat masalah, maka ini yang berbahaya.

Terdapat beragam perspektif yang disampaikan oleh peserta. Ada yang berpandangan bahwa penguasaan Taliban terhadap Afghanistan dapat menjadi hal positif, sebagaimana melihat pergerakannya yang tidak tampak agresif saat ini. Apabila Taliban dapat memulihkan politik Afghanistan menjadi stabil, pemerintah Indonesia mungkin dapat mempertimbangkan untuk membangun hubungan baik, sebagaimana Tiongkok juga mengidamkannya.

Namun, ada peserta lain yang memiliki pandangan berbeda. Seperti contohnya Afkari dari IMM UNY yang menilai bahwa tindakan ekstrem Taliban pada beberapa dekade sebelumnya sudah menjadi catatan hitam bagi kelompok ini. Kebijakan-kebijakan yang banyak membatasi peran perempuan dan banyak meregangkan nyawa orang masih menjadi kenangan yang tidak terhapuskan.

Tidak hanya tanya jawab atau saling memberi tanggapan, diskusi juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk berbagi informasi yang diketahui. Salah satunya ada peserta menjelaskan bahwa kelompok Taliban sebetulnya terpecah menjadi beberapa fraksi yang menuntut kejelian untuk melihat kultur Taliban seperti apakah yang saat ini menguasai Afghanistan. (*)

Wartawan: Ahimsa
Editor: Heru Prasetya

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here