IMM UGM: Setelah AS Mundur, Bagaimana Situasi Afghanistan?
YOGYA – Merespon kabar belakangan mengenai situasi terbaru negara Afghanistan, Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Universitas Gadjah Mada (PK IMM UGM) mengadakan kegiatan diskusi publik “Kekalahan Afghanistan dan Perubahan Geopolitik Dunia”. Kegiatan ini diadakan Jumat (20/8) malam dan menghadirkan kurang lebih 35 peserta melalui teleconference.
Kegiatan ini dibuka dengan pengantar dari Sulchan Fathoni, Ketua Komisariat IMM UGM. “Pada hari ini kita berkumpul dalam lingkar rahmat Allah Yang Maha Esa untuk niat yang satu, yaitu menuntut ilmu,” katanya.
Menurut Sulchan Fathoni, fenomena yang terjadi di sekeliling, termasuk mengenai kondisi Afghanistan baru-baru ini, merupakan bagian dari ayat-ayat Allah yang harus dikaji dan dipelajari.
Diskusi menghadirkan Rizki Tri Nur Chassanah sebagai pemantik. Ia adalah mahasiswi Hubungan Internasional (HI) UGM angkatan 2018. Acara dimoderatori Hafidzan Arhab, mahasiswi Jurusan Sastra Arab UGM angkatan 2019.
Berbentuk diskusi publik, kegiatan ini tidak difokuskan pada penyampaian materi, namun dialog dengan peserta. Pemantik hanya mengawali dengan beberapa penjelasan.
TN, sapaan akrab Rizki Tri Nur Chassanah, mengawali materi dengan menceritakan kembali sejarah kontestasi kekuasaan di Afghanistan. Kondisi geopolitik yang tidak terlepas dari situasi geografis dan kondisi alam dapat dilihat dari posisi Afghanistan di pertemuan negara-negara Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Timur.
“Dampak kondisi Afghanistan tidak hanya di wilayah-wilayah ini, juga secara internasional,” terangnya.
Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu negara yang juga tertarik memberikan pengaruhnya di tanah ini. Dilatarbelakangi sejarah tahun 1979 ketika Afghanistan diduduki Uni Soviet. Pendudukan Uni Soviet memicu munculnya kelompok muslim anti-Uni Soviet yang didominasi ideologi Islam fundamentalis.
Persinggungan AS-Afghanistan secara langsung terjadi setelah peristiwa 911 (11 September 2001) yakni penyerangan Gedung World Trade Center (WTC) di AS yang diduga dilakukan kelompok teroris Al Qaeda.
Presiden Bush yang baru saja berkuasa di AS melancarkan serangan ke Afghanistan yang dikuasai kelompok Taliban. Taliban diduga melindungi Al Qaeda. Sejak 2001, kekuasaan Afghanistan digantikan pemerintahan yang dibentuk oleh pengaruh AS.
Baru beberapa saat terakhir, dunia mulai ramai lagi membahas Afghanistan dikarenakan Presiden AS saat ini, Joe Biden, memutuskan menarik tentaranya dari Afghanistan. Dengan begitu, Taliban yang sebelumnya terpinggirkan mulai hadir lagi dan berusaha menguasai Afghanistan meskipun tidak secara represif.
Menurut TN, setidaknya ada tiga konsekuensi yang kemungkinan bisa terjadi karena situasi ini.
Pertama, adanya kemungkinan pecah perang sipil karena penduduk Afghanistan tidak semuanya mendukung keberadaan Taliban, khususnya yang berada di wilayah utara.
Kedua, munculnya kekhawatiran dari negara Tiongkok yang merupakan negara tetangga bahwa ini dapat mengancam keamanan negaranya. Sehingga Tiongkok mulai terlihat bergerak dalam pelatihan militer dengan Tajikistan dan melakukan pendekatan ekonomi ke Afghanistan.
Ketiga, situasi ini juga berpotensi menimbulkan emigrasi besar-besaran.
Kaitan dengan pengaruhnya terhadap dunia internasional, termasuk Indonesia, adalah kemungkinan munculnya kembali gerakan-gerakan Islam fundamentalis seperti Jemaah Islamiyah (JI).
Diskusi dilanjutkan dengan sesi dialog yang cukup hidup. Tanggapan-tanggapan selain dari kader IMM UGM, hadir pula kader IMM Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Padjadjaran (Unpad), Ciputat, dan sebagainya.
Di antara pertanyaan yang muncul adalah mengenai apakah Taliban ini baik atau buruk. “Benar salah itu penilaian yang agaknya hitam putih,” terang pemantik menanggapi.
Perlu ada usaha mengkritisi situasi sebenarnya dan bahwa sikap yang harus diambil adalah memihak hal-hal yang dapat menjamin keamanan manusia. Selama Taliban menjamin keamanan masyarakatnya, maka tidak masalah. Tapi kalau malah membuat masalah, maka ini yang berbahaya.
Terdapat beragam perspektif yang disampaikan oleh peserta. Ada yang berpandangan bahwa penguasaan Taliban terhadap Afghanistan dapat menjadi hal positif, sebagaimana melihat pergerakannya yang tidak tampak agresif saat ini. Apabila Taliban dapat memulihkan politik Afghanistan menjadi stabil, pemerintah Indonesia mungkin dapat mempertimbangkan untuk membangun hubungan baik, sebagaimana Tiongkok juga mengidamkannya.
Namun, ada peserta lain yang memiliki pandangan berbeda. Seperti contohnya Afkari dari IMM UNY yang menilai bahwa tindakan ekstrem Taliban pada beberapa dekade sebelumnya sudah menjadi catatan hitam bagi kelompok ini. Kebijakan-kebijakan yang banyak membatasi peran perempuan dan banyak meregangkan nyawa orang masih menjadi kenangan yang tidak terhapuskan.
Tidak hanya tanya jawab atau saling memberi tanggapan, diskusi juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk berbagi informasi yang diketahui. Salah satunya ada peserta menjelaskan bahwa kelompok Taliban sebetulnya terpecah menjadi beberapa fraksi yang menuntut kejelian untuk melihat kultur Taliban seperti apakah yang saat ini menguasai Afghanistan. (*)
Wartawan: Ahimsa
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow