Demokrasi di Persimpangan Jalan: IMM DIY Kritik DPR usai Begal Putusan MK

Demokrasi di Persimpangan Jalan: IMM DIY Kritik DPR usai Begal Putusan MK

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Indonesia sedang dilanda krisis! Krisis yang disebabkan oleh para elit-elit politik yang telah dibutakan akan kekuasaan. 

Hal ini terjadi pada hari Rabu (21/8), dimana rakyat dikejutkan dengan hasil keputusan rapat Badan Legislasi (Baleg) di DPR RI yang membahas hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60 dan 70. 

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Dalam rapat tersebut, Baleg DPR RI secara terang-terangan menganulir hasil putusan MK no. 60 yang semulanya dalam putusan itu terdapat pemangkasan threshold secara keseluruhan partai politik dari 20 % jumlah kursi dan 25 % jumlah suara sah, menjadi 6,5 % hingga 10 % jumlah suara sah sesuai DPT di setiap wilayah. Namun hal ini telah disiasati oleh pengkhianat rakyat melalui Baleg DPR RI, dengan memisahkan syarat pencalonan antara partai yang lolos parlemen dan yang tidak lolos parlemen.

Artinya, keputusan dari Baleg ini telah membegal hasil putusan MK yang seharusnya final dan mengikat serta harus dilaksanakan pasca putusan itu diucapkan. Begitu pun dengan putusan MK no. 70 yang mengatur tentang batas usia calon kepala daerah, sama nasibnya dengan putusan no. 60. 

Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD IMM DIY) langsung mengutuk keras tindakan sewenang-wenang yang dilakukan DPR RI dengan mengabaikan putusan MK terkait pilkada. 

“Fenomena (pembegalan konstitusi oleh DPR RI) ini telah memperlihatkan adanya permufakatan jahat para elite politik melalui lembaga-lembaga negara, hanya untuk memuluskan kekuasaan yang semula bersifat sentralistik melainkan akan terjadi desentralisasi kekuasaan yang diakomodir oleh sekelompok orang,” ujar Ketua DPD IMM DIY bidang Hikmah, Politik, dan Kebijakan Publik, Pramudya Ananta. 

Lebih lanjut, DPD IMM DIY tetap mengedepankan bagaimana penyelenggaraan pilkada ini berjalan sesuai dengan aturannya. Artinya terbebas dari praktek manipulatif, baik secara hukum maupun politik. Apapun alasannya, tindakan DPR RI yang menganulir keputusan MK juga bagian dari merusak demokrasi.

Bagaimana sikap DPD IMM DIY melihat situasi hari ini? Jika rakyat ingin Indonesia konsisten sebagai negara hukum, maka harus menaati keputusan MK sebagai lembaga pelindung serta penafsir konstitusi yang mana jelas keputusannya adalah final dan mengikat. 

Jadi, bila itu diingkari dan diselewengkan, maka sebenarnya secara tidak langsung mengingkari sebagai negara konstitusi. Negara konstitusi itu sendiri berkonsekuensi pada kedaulatan tertinggi ada di rakyat. “Jadi, kalau misal MK sebagai representasi pelindung konstitusi itu diingkari, maka sebenarnya kita juga mengingkari kedaulatan rakyat,” jelas Ketua Umum DPD IMM DIY, Muhammad Taufiq Firdaus.

Apa yang sebenarnya kita harapkan adalah politik berkeadaban, yang menjunjung tinggi sportivitas, nilai-nilai, dan kemudian menjauhi laku-laku praktik koruptif. Begitu pun dengan perilaku politikus yang kemudian tidak mengedepankan visi bersama dan kemajuan masyarakat. 

Oleh karena itu, Taufiq berharap pada pilkada nanti, rakyat menginginkan adanya pemimpin yang diorbitkan oleh partai politik yang betul-betul disaring dan disuarakan oleh akar rumput.  Bukan hanya sebatas konsolidasi politik di kalangan internal elit-elit politik. Sehingga rakyat jadi tidak terakomodir, tidak berpartisipasi, akhirnya demokrasi kita kehilangan makna.

“Kita sebenarnya ingin menjunjung tinggi demokrasi substansial, yang mengedepankan emansipatoris, partisipasi, dan nilai-nilai keluasan serta kejujuran, sehingga demokrasi kita menghasilkan sesuatu yang berintegritas dan visi kepemimpinan yang panjang,” tandas Taufiq.

Senada dengan Taufiq, Pramudya juga berharap masyarakat sipil bisa terus bersama-sama mengawal demokrasi dengan melawan kekuatan “besar” yang sedang menggerogoti negeri tercinta ini. “Harapannya, kita sebagai masyarakat sipil untuk sama-sama berintegrasi dalam mengawal citra demokrasi dengan mendobrak kekuatan besar kekuasaan,” tutur Pram.

Sementara itu, beredar kabar di media sosial yang menyatakan bahwa sejumlah aktivis dan mahasiswa akan menggelar aksi turun ke jalan untuk mengawal keputusan MK dan menolak keputusan Baleg DPR RI.Di wilayah Yogyakarta sendiri sudah banyak ajakan-ajakan aksi di jaringan organisasi masyarakat sipil. Ini menjadi salah satu agenda dalam menjaga demokrasi yang telah dibajak oleh elit-elit politik.

“Maka harapannya semua Mahasiswa Muhammadiyah ikut dalam aksi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil yang ada di Jogja,” terang Pramudya. (*)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow