Arif Jamali Muis: Jangan Permainkan Demokrasi dan Hukum untuk Kepentingan Politik Sesaat!
YOGYA – Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PWM DIY) Arif Jamali Muis meminta agar seluruh pihak, tak terkecuali elit politik, untuk menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon kepala daerah dan ambang batas partai untuk pilkada.
Menurutnya, Mahkamah Konstitusi telah menjadi keputusan tertinggi dan seluruh pihak harusnya menghormati dan menaatinya. Jika tidak ditaati, maka yang terjadi adalah demokrasi di Indonesia menjadi rusak.
“Ketika MK sudah memutuskan, itu harusnya final dan mengikat kepada siapapun. Karena kalau putusan MK tidak ditaati, maka proses politik dan demokrasi serta tatanan hukum di Indonesia ini akan menjadi rusak, apalagi berkaitan dengan politik,” jelasnya kepada Mediamu, Rabu (21/8).
Sebagaimana diketahui, MK pada hari Selasa (20/8) melalui keputusan nomor 60/PUU-XXII/2024 telah mengabulkan gugatan bahwa ambang batas partai untuk bisa mengusung calon kepala daerah menjadi minimal sebesar 7,5% dari sebelumnya 20%. Tak hanya itu, MK juga menolak gugatan penurunan batas usia calon kepala daerah yang sebelumnya minimal 30 tahun.
Sehari setelahnya, DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) langsung bereaksi dengan menggelar sidang atau rapat membahas revisi UU Pilkada. Hasilnya adalah menganulir seluruh keputusan MK yang telah disebutkan sebelumnya.
Dengan Tindakan DPR RI yang menganulir dan tidak menaati sebagian dari Keputusan MK itu telah mencederai proses demokrasi yang ada di Republik ini dan Arif menilai hal tersebut sangat berbahaya.
“Jangan sampai kita menggunakan kekuasaan tidak memperhatikan kepentingan-kepentingan kemaslahatan dan kenegaraan yang lebih luas. Kalau itu terjadi dan itu sudah dilakukan (Baleg DPR RI-red), maka akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi yang ada di Indonesia ini,” ingat Arif.
Lebih lanjut, Arif mempersoalkan Keputusan MK pada Januari lalu tentang umur calon presiden dan wakil presiden, itu langsung dilaksanakan tanpa ada rapat apapun dan perubahan UU dari DPR. Ia mempertanyakan kenapa keputusan MK tentang pengabulan perubahan ambang batas parlemen serta penolakan perubahan minimal usia calon kepala daerah ini kemudian membuat DPR bereaksi untuk menganulir dan bahkan tidak menjalankannya.
“Ini yang dibaca oleh rakyat dan hati-hati ketika rakyat menjadi tidak puas! Maka, jangan pernah khianati nilai-nilai Pancasila yang menjadi jiwa rakyat Indonesia. Karena kebenaran itu bisa mencari jalannya sendiri. Jangan dikira rakyat dan masyarakat itu tidak peduli dengan hal - hal yang sangat krusial seperti ini,” keras Arif.
Ia pun seketika teringat dengan dengan pidato Prof. Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah) ketika menjelang peringatan HUT ke-79 RI yang berpesan untuk mari kita jaga negara ini dengan nilai-nilai Pancasila. Tak hanya itu, Arif pun juga menulis artikel di Kedaulatan Rakyat tanggal 20 Agustus 2024 yang menyatakan bahwa Indonesia hampir kehilangan nyawa.
Adapun, makna kehilangan nyawa ini bukan berarti Indonesia bubar. Tetapi bahwa adanya Indonesia sudah tidak bermakna lagi bagi rakyat dan sudah melenceng jauh dari tujuan didirikan bangsa ini, untuk mensejahterakan lahir batin rakyat Indonesia.
“Nyawa Indonesia itu adalah kelima sila dalam Pancasila. Maka, hampir kehilangan nyawa berarti hampir kelima sila dalam Pancasila tersebut tidak diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh elit strategis bangsa ini,” ujarnya.
Dengan Pancasila yang harusnya bisa sebagai nyawa dari bangsa Indonesia, maka para elit politik juga seharusnya bisa berpikir lebih jauh, tidak hanya memikirkan kepentingan-kepentingan politik sesaat. “Jangan korbankan konstitusi politik, demokrasi, dan moral bangsa ini hanya dengan persoalan politik sesaat seperti pilkada serentak yang akan kita lakukan. Sangat berbahaya bagi masa depan bangsa ini!” tegas Arif. (*)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow