Syamsu Udaya Nurdin di Mata Sahabat dan Alumni IMM
YOGYAKARTA — Syamsu Udaya Nurdin (82 tahun) memenuhi panggilan Allah SWT, Ahad (4/7) malam di rumahnya Perum Griya Kencana Permai Blok D.13 Sedayu Yogyakarta. Dia termasuk sosok pejuang tangguh di persyarikatan Muhammadiyah.
Berita duka disampaikan kepada alumni IMM oleh Immawan Wahyudi, mantan Wakil Bupati Gunungkidul yang pernah menjabat sebagai Ketua DPP IMM dan sangat dekat dengan almarhum.
“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Kami sekeluarga turut berduka cita atas wafatnya saudara kita Syamsu Udaya Nurdin. Semoga Allah berkenan melimpahkan maghfirah kepada almarhum, menerima semua amal ibadah amal jariyah dan amal shaleh almarhum. Aamiin yaa Rab al’aalamiin,” katanya.
Kabar yang diterima mediamu.com, satu minggu sebelum Pak Syamsu wafat sudah tidak mau makan nasi, maunya bubur dan makanan yang lembut. “Sempat lemas selama tiga hari, kemudian dibawa ke Rumah Sakit Mitra Sehat di Jalan Wates Km 9 lalu diinfus. Kondisi membaik hanya satu hari, kemudian dibawa pulang sehari berikutnya langsung lemas dan meninggal dunia,” jelas Ton Martono, adik ipar dari istri almarhum.
Syamsu Udaya Nurdin berasal dari Aceh adalah Sarjana Muda Hukum alumni Fakultas Hukum UGM. Istrinya bernama Sulastri, berasal dari Wonosari, Gunungkidul. Dikaruniai 3 putri dan satu putra yang semuanya sudah berkeluarga.
Profesinya sebagai wartawan dan kemudian bersama teman seprofesi menekuni bidang bisnis. Pria asal Aceh ini tidak terlibat dalam kepengurusan Muhammadiyah, tetapi menjadi aktivis IMM sejak didirikan 14 Maret 1964.
Almahum termasuk bagian penting dari IMM yang saat itu di tingkat nasional/DPP-nya diketuai almarhum Bapak H.M. Djazman al Kindi. Bersama Pak Djazman ada tokoh-tokoh penting lain yaitu H. Rosyad Shaleh, H.M. Amien Rais, H. Yahya A. Muhaimin, Sudibyo Markus, Marzuki Usman, dan lain-lain.
Orangnya cerdas. Selalu punya sisi lain dalam memandang persoalan, jadi bisa menambah wawasan atau menambah info jika berdiskusi dengannya. Juga ulet, terbukti dengan kurang berkembangnya ekonomi setelah pertaniannya mengalami kerugian tetapi tetap semangat menjalankan tugas kewajiban sebagai kepala rumah tangga.
“Meskipun cerdas, tapi kalau diskusi mempersilakan atau malah mengakui jika lawan diskusinya lebih lengkap info dan lebih argumentatif. Hampir dipastikan tiap ada hal penting untuk didiskusikan, bincang-bincang dengan Mas Syamsu kadang sampai tengah malam,” ungkap Immawan.
Mendengar kabar duka ini, beberapa alumni IMM di DIY berinisiatif menggelar takziah virtual, Selasa (6/7). Dihadiri 300 peserta termasuk alumni IMM dari berbagai daerah, acara tersebut dimoderatori Hendra Darmawan M.A., alumni IMM yang sekarang Ketua Majelis Tabligh PWM DIY.
Beberapa tokoh dan alumni yang memberikan testimoninya antara lain Marzuki Usman (salah satu pendiri IMM, pernah menjadi Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya di masa Presiden BJ Habibie), Sudibyo Markus (salah satu pendiri IMM, pernah sebagai Ketua PP Muhammadiyah (2005-2010), Immawan Wahyudi (Ketua DPP IMM 1983–1986, mantan Wakil Bupati Gunungkidul), Anhar Ansyori (Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Kepala LPSI UAD), Anwar Abbas (Wakil Ketua MUI), Dr. Sudarnoto Abdul Hakim (Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional, dan Ketua Dewan Pakar FOKAL IMM, dan lain-lain.
“Saya mengenal almarhum, saat di IMM Komisariat, saat aktivitas IMM DIY terpusat di Padepokan K.H.A. Dahlan. Pak Syamsu memiliki pemikiran tajam dan selalu memberi motivasi untuk dakwah persyarikatan dakwah amar ma’ruf nahi munkar,” kata Saleh Tjan, Ketua FOKAL IMM.
Armyn Gultom (Ketua Kornas FOKAL IMM) menyampaikan bela sungkawa juga apresiasi dengan adanya acara malam itu. “Korwil dari Indonesia Timur sampai Barat ikut hadir dalam acara ini. Membuktikan betapa nama almarhum begitu melekat pada diri kader. Betapa peran para senior luar biasa padahal situasi mencekam saat itu. Semoga IMM tetap berpegang pada Keilslaman, Kemuhammadiyahan, dan Keindonesiaan,” katanya.
Sementara itu Sri Widuri Idayani putri pertama almarhum, didampingi Ibu Syamsu dan juga adiknya-adiknya mengucapkan terimakasih. “Kami bersyukur mempunyai Bapak yang semangat dalam berdakwah,” ujarnya.
Marzuki Usman memberikan kesan tentang almarhum. “Dia punya semangat pantang menyerah dan semangat dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Alhamdulillah IMM masih ada. Semoga menjadi amal jariah bagi para pendiri,” katanya. Ia berpesan kepada para kader untuk selalu mensyukuri karunia Ilaahi dan menyiapkan diri agar semua meninggal dalam keadaan husnul khatimah.
Pendiri lain yang ikut hadir dalam acara tersebut adalah Sudibyo Markus. Dengan haru ia memberikan kesan dan pesan, “Sungguh saya amat terharu dengan forum ini. Kita tahu ketika IMM didirikan 1964, awalnya Syamsu belum terlibat namun tidak lama kemudian bergabung. Sebagai wakil IMM wilayah Pakualaman, dulu tidak ada mewakili kampus. Hanya ada wilayah tapi dia cepat bergabung dengan IMM di Padepokan Kyai A. Dahlan. Mas Syamsu berperan menyiapkan agenda Munas di Solo 1965. Beberapa forum Mas Syamsu terlibat dalam merumuskan jati diri IMM. Ia juga ada dalam beberapa acara di Garut. Di tengah Darul Arqam di Cipanas. Saya mengajak teman-teman, termasuk Mas Syamsu mediskusikan gagasan untuk disampaikan kepada Pak Harto terkait penanganan korupsi. Selain itu Mas Syamsu hadir dalam acara IMM di Banjarmasin dan Semarang. Mas Syamsu ikut memikirkan garis besar perjuangan IMM. IMM sebagai eksponen cendekiawan mahasiswa Muhammadiyah dan gerakan dakwah amar maruf nahi munkar.”
Sudibyo Markus menggambarkan Syamsu Udaya Nurdin berbeda dengan para pendiri IMM yang lain yang mempunyai ciri khas dalam bidangnya yang ditekuni.
“Kita bisa membedakan ada Pak Djazman Al Kindi seorang pemikir, ideolog dan pemimpin gerakan, Pak Rosyad Sholeh ideolog dan administrator, Pak Amein Rais pemikir ulung bidang politik, Pak Syamsu seorang pemikir cerdas, kuat dan konsiten. Setiap ada topik yang disodorkan maka akan ditanggapi dengan kritis baik itu politik, seni budaya. Beliau tidak akan menyerah dalam adu argumentasi, kreativitas dan daya nalarnya sangat kuat,” ungkapnya.
Sudibyo Markus menyebut “lone ranger”, pejuang dan pekerja mandiri yang gigih dan ulet. Tentang julukan itu Sudibyo Markus mengatakan alasannya, “Mas Syamsu itu mempunyai semangat jiwa kemandirian. Saat itu saya catat ada wolrd assembly of youth, salah satunya ada program pemberdayaan desa. Kami lakukan di desa Karang Rejek Gunung Kidul sekitar akhir 1960. Tidak menyangka Mas Syamsu memilih, kepincut dengan Bu Syamsu. Tenyata cara memilih pilihan hati dari desa menunjukkan siap berjuang mandiri. Dalam perjalanan hidupnya penuh dengan semangat kemandirian. Pak Jazman pernah menawarkan misalnya agar menjadi staf di kampus dan juga teman IMM lain agar mendapat pekerjaan lebih baik. Tapi memang tidak mau diatur dalam artian positif, Mas Syamsu usaha sendiri dengan tanpa bantuan orang lain mendirikan kursus kewirausahaan di Padepokan Kyai Mojo. Itulah semangat kemandiriannya. Kita sebagai kader harus kritis kreatif dan tetap berpegang teguh pada identitas jati diri sebagai kader persyarikatan. Selamat jalan Mas Syamsu Udaya Nurdin. Semoga Allah memberikan maaf dan pahala yang melimpah, dan semoga diberikan tempat sebaiknya-baik oleh Allah.”
Sementara itu Anhar Anshori mengatakan sangat terkesan dengan raut muka yang penuh ketulusan dan keikhlasan dalam berjuang. Satu hal yang paling dikenang saat bertanya dasar berdinya IMM. “Beliau mengatakan, IMM berjuang berlandaskan kepribadian Muhammadiyah,” ujarnya.
Sudarnoto Abdul Hakim menyatakan tidak terlalu dekat dengan almarhum secara personal. Namun dirinya menyatakan dengan mendengar cerita para senior. “Saya percaya seorang Syamsu adalah seorang pekerja yang ulet dan tidak itung-itungan. Kekuatan pribadi beliau adalah kesederhanaannya, keuletannya, pemikirannya yang tajam. Cenderung untuk berbeda namun rasional,” katanya.
Juga memberikan testimoni adalah Anwar Abbas, alumni IMM yang sekarang menjadi salah satu Ketua PP Muhammadiyah. “Immawan Wahyudi adalah anak ideologis Pak Syamsu. Orang seperti Pak Syamsu Udaya itu sangat langka. Yang tidak hedonistik. Jasa Pak Syamsu menghidupkan IMM sungguh luar biasa. Beliau ini pemikir, filosof. Saya tidak begitu merasakan. Tapi teman-teman Yogya yang sangat merasakan. Sebenarnya Pak Djazman ingin Pak Syamsu menjadi pimpinan di AUM namun terkendala titelnya. Semoga ini menjadi amal jariyah beliau. Salah satu tugas berat kita sekarang adalah melakukan akselerasi kaderisasi,” katanya.
Wakil Ketua Majelis Pembinaan Kader PP Muhammadiyah, Asep Purnama Bahtiar, mengatakan, “Beliau itu orang yang tidak terlalu muncul ke publik. Saya menyebutnya sebagai ronin dalam tradisi Jepang. Ketika samurai sudah tidak punya lawan dan terpisah dari tuannya, ia menjadi ronin, teguh memegang ideologi. Tidak banyak generasi sekarang yang tetap idealis dan cenderung menyendiri, tidak tampil ke panggung. Semoga generasi muda IMM mewarisi karakter baik dari pada senior.”
Pheni Chalid, alumni IMM yang pernah menjadi staf pengajar di UIN Syarif Hidayatullah, bercerita bahwa sekitar empat sampai lima tahun berinteraksi di padepokan K.HA. Dahlan. “Saya melihat rambutnya Pak Syamsu Udaya Nurdin yang lurus itu merefeleksikan tiga hal yaitu berfikir lurus, bersikap lurus, dan berpenghasilan lurus. Itulah yang menjadi inspirasi saya. Beliau begitu cuek. Tidak risau dengan keterbasan. Pada diri Pak Syamsu ada kemandirian berfikir, kemandirian bersikap dan kemandirian berpenghasilan,” tuturnya.
Wartawan: Afifatur Rasyidah I.N.A dan Nizam Zulfa
Editor: Sucipto
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow