Perlu, Bangun Budaya Ramah Difabel di Masjid Muhammadiyah
YOGYA – Menyamakan hak manusia untuk membangun lingkungan yang inklusif adalah ide dari serial diskusi dua pekan sekali Tim Optimalisasi (TOP) Masjid Mushalla Muhammadiyah, Sabtu (18/9).
Diskusi bertema “Membangun Budaya Ramah Difabel di Masjid Mushalla Muhammadiyah DIY” membumikan budaya ramah difabel yang sudah lama digaungkan PWM DIY agar dapat diterapkan di masjid dan mushalla sebagai tempat ibadah.
Sambutan pengantar oleh H. Gita Danupranata, S.E., M.M. (Ketua PWM DIY), sedangkan materi disampaikan Ro’fah, M.A., Ph.D. (Tim Penyusun Fikih Difabel Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)
Gita mengharapkan terwujudnya Yogya yang ramah difabel. “Tidak hanya gedung ramah difabel tetapi juga lingkungan ramah difabel. Harapannya, diskusi ini dapat mewujudkan Yogya ramah difabel,” katanya.
Ro’fah membuka diskusi dengan menyampaikan kronologi yang kerap terjadi dan ditemui. Salah satunya adalah ungkapan dan curahan hati penyandang difabel “Mau ketemu Gusti Allah saja kok susah” yang menyayangkan bangunan terutama masjid dan mushalla atau akses publik tidak ramah terhadap penyandang difabel.
Fikih Difabel berangkat dari surat Al Ma’un dan At Tiin ayat 4. Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Masjid dan mushalla ramah difabel untuk dapat mewujudkan lingkungan yang ramah difabel tidak hanya dari segi bangunan melainkan persepsi dan bagaimana cara berhadapan dengan saudara penyandang disabilitas.
Beberapa aspek yang sebaiknya dipenuhi untuk mewujudkan lingkungan ramah difabel sebagai berikut.
- Aksebilitas Fisik. Dari segi bangunan yang ramah difabel. Peraturan mengenai bagaimana standar bangunan yang aksebilitas untuk penyandang disabilitas di Peraturan Menteri PU No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksebilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
- Aksebilitas Informasi. Bisa diwujudkan dengan penggunaan bahasa isyarat. Melengkapi setiap masjid musala dengan satu juru bahasa isyarat, Qur’an Braille, simbol dan lainnya untuk memudahkan saudara difabel.
- Aksebilitas Pandangan, Penafsiran, dan Budaya. Ini berkaitan dengan bagaimana sekitar membentuk lingkungan yang ramah difabel dan bagaimana tanggapan sekitar untuk dapat membantu akses dari teman-teman difabel, seperti ikut serta membantu akses, atau belajar menggunakan bahasa isyarat.
“Memikirkan isu disabilitas berarti memikirkan diri kita sendiri,” kata Ro’fah.
Merespon isu disabilitas yang harus juga diterapkan di lingkungan sekitar, PWM DIY melalui diskusi ini optimis untuk dapat mewujudkan Yogya Ramah Difabel.
Dalam penutupnya, Ro’fah menuturkan perlunya memberikan edukasi, meningkatkan kepedullian, dan membuka pemikiran tentang lingkungan dan budaya yang ramah kepada semua. (*)
Berita diterima mediamu.com dari Destita Mutiara, staf MWK PWM DIY
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow