Murniasih, Pegawai PKU Yogya Raih Nilai Tertinggi Nasional Uji Kompetensi TTK
YOGYA – Perempuan bersahaja yang baru saja mengukir prestasi itu bernama Murniasih, A.Md. Farm. Usai meraih nilai tertinggi nasional dalam Uji Kompetensi Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK), pegawai Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Kota Yogyakarta itu menuturkan, “Awalnya berpikir yang penting lulus ujian saja, tapi ternyata Allah memberikan hadiah lebih jauh dari yang diminta.”
Ahad (28/10), Murniasih menerima pengumuman bahwa ia menjadi peraih nilai tertinggi nasional dengan total nilai 91,76. Uji Kompetensi TTK diikuti 8.000 lulusan D3 dari 127 kampus se-Indonesia. Ujian digelar serempak pada lima regional.
Sekitar 1.580 peserta, termasuk Murniasih, berada dalam regional Yogyakarta-Jawa Tengah. Perempuan yang tinggal di Gamping, Sleman, itu melaksanakan Uji Kompetensi TTK pada Sabtu-Ahad (9-10/10) di kampus Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
“Saya tidak menyangka, sempat gemetar. Luar biasa alhamdulillah, langsung sujud syukur,” katanya.
Menurut Murniasih, Uji Kompetensi TTK dilakukan para lulusan baru jenjang D3 Farmasi. Dulunya, TTK lebih akrab disebut Asisten Apoteker. Mereka perlu lulus dari ujian ini agar memperoleh sertifikat kompetensi (serkom).
“Seperti itulah kalau tenaga kesehatan seperti TTK, apoteker, dokter. Habis lulus, dapat ijazah, tidak bisa terus langsung bekerja. Kami harus ujian lagi, mendapat serkom, dan mengurus surat izin praktik. Setelah dapat surat izin praktik, baru bisa bekerja,” terangnya. Itupun, masih harus terus diperbarui setiap lima tahun.
Lulusan Akademi Kampus Farmasi Indonesia ini mengaku sempat tegang menghadapi ujian tersebut. Pasalnya, kebijakan tahun ini lebih sulit dari sebelumnya. Sekarang, apabila tidak mencapai nilai minimal, peserta harus remidi atau mengulang ujian lagi tahun depan.
Meskipun meraih prestasi nilai tertinggi nasional, Murniasih mengaku dirinya bukanlah pribadi yang rajin belajar untuk menyiapkan ujian. Ketika teman-teman lain memiliki kesempatan menyusun catatan materi, ia hanya mencatat di kertas seadanya yang ditemui.
Sebagai pribadi yang sudah berumah tangga, perempuan yang telah memiliki dua momongan ini menyadari tidak mempunyai banyak waktu luang untuk belajar. Oleh karenanya, ia benar-benar mengoptimalkan kesempatan belajar pada jam kuliahnya.
“Saya benar-benar berusaha mengikuti, memahami apa yang disampaikan dosen. Jadi ketika nanti saya nggak ada waktu lagi untuk belajar, setidaknya saya sudah paham,” jelasnya. Selain itu, ketika mempersiapkan uji kompetensi, ia tidak lupa memohon doa suami, anak-anak, orangtua, termasuk kerabat-kerabat di PKU.
Walaupun memikul tanggung jawab dalam keluarga, perempuan berusia 40 tahun ini tetap mampu menuntaskan studi dan bahkan berhasil meraih prestasi. “Sejak awal kuliah saya bertekad sebagai seorang ibu harus memberikan contoh kepada anak-anaknya,” tutur Murniasih.
Ia begitu meyakini bahwa ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga. Oleh karenanya, ketika seorang ibu ingin mendorong anak-anaknya menjadi pribadi cerdas, maka ia perlu mencerdaskan dirinya sendiri terlebih dahulu. “Kalau pengen anaknya pinter tapi ibunya nggak pinter, itu namanya tuntutan yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Selain motivasi dari dalam diri sendiri, Murniasih mengaku bahwa proses studi dan prestasi yang diraihnya ini tidaklah lahir dari perjuangannya sendiri. Terdapat dukungan dari banyak pihak di sekelilingnya.
Dalam mengambil studi D3 Farmasi, perempuan lulusan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) tahun 1999 ini juga mengungkapkan bahwa dirinya mendapat bantuan beasiswa dari Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Kota Yogyakarta tempatnya bekerja.
Dulu, lulusan SMF secara otomatis dianggap sebagai bagian tenaga kesehatan. Seiring dengan berkembangnya zaman, ada aturan pemerintah yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan minimal telah menyelesaikan studi D3. Kebijakan ini mulai berlaku tahun 2020.
Sebelum diberlakukan kebijakan itu, tahun 2018, Murniasih yang telah bekerja di PKU 21 tahun mendapat tawaran keringanan biaya kuliah. PKU Yogya memberikan kesempatan belajar bagi pegawainya secara bergilir. Hal ini demi memastikan pelayanan tetap bisa berjalan optimal.
Selain itu, perjalanan studi Murniasih juga mendapat dukungan suami dan anak-anak. Ketika menyampaikan tawaran beasiswa dari PKU, dirinya sampai tidak bisa tidur menunggu suaminya pulang untuk meminta pendapat. Lega Murniasih, ternyata suami mendukung keinginannya.
Bahkan dalam proses kuliah, ketika ia harus pulang agak larut karena banyak aktivitas praktikum dan tugas laporan, suaminya yang menjaga anak-anak. Atas semua dukungan itu, Murniasih sangat bersyukur. (*)
Wartawan: Ahimsa W. Swadeshi
Editor: Heru Prasetya
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow