ads
Kajian Muhammadiyah Sedayu: Tiga Kandungan Nilai Surah An-Nashr

Kajian Muhammadiyah Sedayu: Tiga Kandungan Nilai Surah An-Nashr

Smallest Font
Largest Font

BANTUL – Salah satu surah pendek di dalam Al-Qur’an, yakni An-Nashr, menjadi kupasan materi Kajian Pekanan Muhammadiyah Sedayu, Kamis (7/10) malam. Pengajian tafsir juz ‘amma tersebut disampaikan Ustadz Aly Aulia, Lc. M.Hum., Sekretaris Divisi Tafsir Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Dilaksanakan secara daring, kegiatan ini dibuka dengan pengenalan secara umum surah tiga ayat tersebut. Pembicara yang juga Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta ini membacakan ayat per ayat.

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

An-Nashr yang merupakan surah ke-110 dalam Al-Qur’an mengundang banyak perbedaan pendapat terkait kapan diturunkan. Namun seluruh ulama sepakat bahwa itu terjadi setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah. Lokasi pasti turunnya tidak dapat dipastikan apakah betul-betul di Kota Madinah atau tempat lain, sebutan surah Madaniyah untuk menunjukkan zaman turunnya surah tersebut.

Terdapat beberapa kandungan nilai yang dapat dipetik dari ayat-ayatnya. Pertama, bahwa begitu banyak anugerah Allah kepada umat manusia, khususnya umat Islam. Kedua, adanya kewajiban untuk bersyukur atas segala nikmat yang tercurah. Ketiga, para muslimin diingatkan untuk beristighfar setiap saat.

“Saat menemui nikmat, kita perlu menyucikan niat, mengucap syukur, serta memohon ampun,” kata Aly Aulia.

Nama surah ini diambil dari kata nashr pada ayat pertama yang berarti pertolongan. Dalam hal ini yang dimaksud ialah pertolongan Allah SWT. Surat ini juga dinamakan at-taudi’ yang artinya perpisahan, karena sebagian ulama beranggapan bahwa surah ini diturunkan berdekatan dengan datangnya ajal Rasulullah SAW.

Jika melihat asbabun nuzul atau sebab-sebab turunnya surah ini, seorang muslim akan mengetahui bahwa surat tersebut tidak terlepas dari pengingkaran kaum musyrikin terhadap perjanjian Hudaibiyah. Itu merupakan perjanjian yang dibuat kaum musyrikin di Makkah dengan Rasulullah SAW supaya dapat mencegah pertumpahan darah.

Namun kaum musyrikin melanggar perjanjian yang lantas mendorong kaum muslimin mengerahkan 10.000 tentara hingga berhasil menaklukkan Makkah. Peristiwa ini dikenal sebagai fathu Makkah. Oleh karenanya, dalam ayat tersebut juga muncul kata al fath atau al fatah yang berarti terbukanya apa yang sebelumnya tertutup.

Surah ini juga mengisyaratkan telah dekatnya ajal Rasulullah SAW. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa dalam majelis para pahlawan Perang Badar, Umar bin Khattab menanyainya soal tafsir dari QS An-Nasr. Ibnu Abbas bertutur, “Idza ja’a nashrullahi wal fath merupakan isyarat ajal Rasulullah SAW yang Allah beritahukan kepada beliau. Datangnya kemenangan dan fathu Makkah merupakan tanda ajal beliau.”

Terdapat pula hadits yang menggambarkan bahwa usai Rasulullah SAW menerima surah tersebut, ia memanggil Fatimah. Ketika diberitahukan bahwa ajal ayahnya sudah dekat, anak perempuannya itupun menangis, tapi buru-buru merekahkan senyum ketika ayahnya bersabda, “Jangan menangis, karena sesungguhnya engkau adalah keluargaku yang paling awal menyusulku.” (HR Ad Darimi dan Thabrani)

Ditilik dari segi bahasa, terdapat pula temuan-temuan yang menarik. Kata idza pada ayat pertama yang berarti “apabila” bukanlah sebuah pengandaian, melainkan menunjukkan bahwa hal itu pasti akan terjadi. Kata nashr dalam nash-rullah menunjukkan bahwa Allah ialah sumber pertolongan. Sedangkan kata al-fath berasal dari kata fataha artinya “membuka” atau “terbukanya jalan yang awalnya tertutup atau terhalangi”.

Kata itu dapat mengacu pada hal yang bersifat teritorial (wilayah fisik) maupun menggambarkan terbukanya pintu hati. “Dulu tidak mau menerima nasihat atau dakwah, kemudian terbuka mau menerimanya,” jelas Aly. Selain itu, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kata itu juga mengacu pada fathu Makkah. Sayyid Qutb berpendapat ayat ini hadir sebelum terjadinya peristiwa itu sebagai sebuah isyarat dari Allah.

Selanjutnya kata ra aita memiliki arti “melihat dengan mata kepala sendiri atau mengetahui atau mendapatkan berita”. Kata sabbih dari kata sabaha berarti “berenang” atau “menjauh dari posisinya”. Lebih jauh lagi, maksudnya ialah menyucikan Allah dari segala kekurangan.

“Biasanya kita memuji seseorang, tapi ini yang kita puji Allah SWT, sehingga perlu menyucikan hati dulu,” jelas pemateri.

Surah ini juga membawakan berita gembira dan rasa bangga kepada Rasulullah SAW yang sebelumnya diliputi rasa kecewa. Oleh karenanya, pada saatnya nanti ketika kemenangan itu betul-betul terjadi, Allah mengingatkan untuk bertasbih, bertahmid, dan beristighfar. (*)

Wartawan: Ahimsa W Swadeshi
Editor: Heru Prasetya

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow