Eks Walikota Yogyakarta Bicara Soal Wakaf Politik, Apa Maksudnya?
YOGYA – Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta, M. Afnan Hadikusumo dan Singgih Raharjo, resmi dideklarasikan pada Selasa (27/8) di Ndalem Poenakawan, Ngampilan, Yogyakarta.
Mengusung tagline “Pasti Pas”, Afnan dan Singgih mendapatkan dukungan dari 8 partai, terdiri dari 5 partai parlemen (PKB, Gerindra, Golkar, PKS, dan PPP) dan 3 partai non parlemen (PSI, Partai Buruh, dan Partai Ummat).
Deklarasi ini turut dihadiri para pimpinan partai pengusung serta simpatisannya, serta segenap Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogyakarta, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta, dan beberapa tokoh masyarakat.
Di antara tokoh masyarakat tersebut, terdapat sosok Herry Zudianto yang merupakan Walikota Yogyakarta dua periode, tepatnya pada periode 2001 – 2006 dan 2006 – 2011. Beliau turut hadir dalam deklarasi ini untuk memberikan dukungan kepada Afnan Hadikusumo dan Singgih Raharjo sebagai Calon Walikota dan Wakil Walikota Yogyakarta.
Herry Zudianto pada deklarasi ini memberikan dua wejangan penting kepada Afnan dan Singgih. Dua wejangan ini, kata Herry, juga menjadi pegangan baginya saat menjabat sebagai Walikota Yogyakarta.
Pertama, Herry menyampaikan bahwa kekuasaan sebagai wakaf politik dan menurutnya hal itu akan indah jika bisa dilakukan. Sebab, wakaf itu tidak bicara soal apa yang diperoleh, tapi apa yang bisa diberikan. Dengan wakaf politik, makin mempermudah apa yang dipegangnya menjadi kebajikan
“Maknailah betul kekuasaan sebagai wakaf politik, menggunakan apa yang digunakannya (untuk kebaikan). Kita bisa mewakafkan masjid, sekolah, dan lainnya, maka politik pun juga bisa. Kekuasaan akan indah jika dilakukan dengan wakaf politik,” jelas Herry.
Yang kedua, Herry menekankan kalau jadi pemimpin jangan “gembelengan,", yang berarti sombong, besar kepala, dan tidak serius dalam menggunakan kehormatannya, dalam hal ini adalah jabatan.
Artinya, menjadi pemimpin atau penguasa itu bukan berarti bisa semaunya sendiri. “Sadar bahwa menjadi penguasa bukan berarti bisa menguasai. Jangan gembelengan atau mengedepankan kekuasaan,” tegas sosok yang pernah menjadi Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah itu.
Herry menambahkan kalau setiap zaman pasti ada tantangan dan perubahan. Bila membandingkan periodenya saat menjadi Walikota dengan periode saat ini dan mendatang jelas berbeda, namun terpenting adalah bagaimana ilmu yang dimiliki visa bermanfaat saat mengemban amanah.
Terlebih, Kota Yogyakarta mempunyai potensi yang sangat luar biasa. Menurutnya, kalau masyarakat sudah bergerak, pasti maka nilainya jauh lebih besar lagi.
Untuk itu, kepada Walikota Yogyakarta mendatang, Herry berharap sosok yang terpilih bisa menjadi pemimpin yang merasa dimiliki masyarakat Kota Jogja.
“Merasalah dimiliki masyarakat, kalau ada pemimpin yang dimiliki masyarakat, apapun tugasnya dan masalah, masyarakat akan membantu sebagai partner dengan guyub dan gotong royong,” ujar mantan Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogyakarta itu.
Maka, sangat penting bagi pemimpin sebagai kepala pelayan masyarakat untuk bagaimana berkomunikasi dengan masyarakat serta bisa membedakan kebutuhan atau keinginan dan menurutnya itu adalah ilmu yang harus dimiliki oleh sosok pemimpin di setiap zaman. (*)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow