Gelar Gema Takbir, PCPM Kraton Angkat Tema Muhammadiyah dan Keistimewaan Jogja
YOGYA - Euforia menyambut Hari Raya Idulfitri pada 1 Syawal 1445 H dirasakan oleh seluruh umat Islam, tak terkecuali warga Muhammadiyah di Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta. Dalam rangka menyambut Idulfitri, Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah (PCPM) Kraton menggelar Gema Takbir Njeron Beteng, pada Selasa (9/4), di malam Lebaran.
Ada sekitar 14 perwakilan dari masjid/musholla se-Kraton dan sekitarnya yang mengikuti Gema Takbir ini. Tak hanya dari Kraton saja, ada juga dua peserta dari masjid/musholla dari Mantrijeron dan satu dari Ngampilan.
Start dari masjid/musholla masing-masing pada pukul 19.00 WIB. Namun sebelumnya, semua peserta menuju Alun-alun Kidul untuk melakukan registrasi ulang di depan Gajahan. Setelahnya, peserta memasuki area untuk display di depan Sasono Hinggil dan kemudian kembali ke tempatnya masing-masing untuk bersiap memulai Gema Takbir, melalui Alun-alun Kidul dan Kagungan Dalem.
Tema yang diangkat adalah Muhammadiyah dan Keistimewaan Jogja, ini bermakna sebagai upaya mengingat kembali hubungan baik antara K.H. Ahmad Dahlan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono VII pada masa awal berdirinya Muhammadiyah kala itu.
“Saat itu, terjadi berbagai polemik, seperti perubahan arah kiblat dan tidak setujunya Khatib Masjid Gedhe dan beberapa masyarakat Kauman terhadap pemikiran Kiai Dahlan. Puncaknya, terjadilah perobohan Langgar Kidul oleh orang-orang suruhan Khatib Masjid Gedhe,” kata Ketua PCPM Kraton, Guntur Aji Hidayatullah.
Peristiwa itu diketahui langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VII, padahal Kiai Dahlan baru saja diangkat sebagai Khatib Amin menggantikan ayahnya K.H. Abu Bakar yang meninggal. Setelah, Kiai Dahlan menjelaskan apa yang terjadi saat itu, Kanjeng Sultan pun mengerti.
Bahkan, setelah Langgar Kidul kembali berdiri berkat dukungan dari keluarga Kiai Dahlan, Sri Sultan Hamengkubuwono VII memberangkatkan Kiai Dahlan untuk pergi Haji kedua kalinya agar dapat belajar mengenai Islam dari para tokoh intelektual di sana.
Setelah Kiai Dahlan kembali ke Yogyakarta, beberapa waktu kemudian ia mendirikan Muhammadiyah dan Sri Sultan Hamengkubuwono VII merestuinya serta ikut membantu pengurusan izin berdirinya yang saat itu harus melalui prosedur dari Pemerintah Hindia Belanda.
Dari hal itu, terlihat betapa harmonisnya hubungan antara Kiai Dahlan dan pihak Keraton Yogyakarta, dalam hal ini Sri Sultan Hamengkubuwono VII. Ditambah juga pada momentum Milad ke-105 Muhammadiyah di Komplek Keraton, Sri Sultan Hamengkubuwono X menyampaikan bahwa Muhammadiyah termasuk dari 4 pilar keistimewaan Yogyakarta bersama Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Taman Siswa.
“Atas dasar itulah, kami mengangkat tema ‘Muhammadiyah dan Keistimewaan Jogja’,” lanjut Guntur.
Acara berlangsung sangat meriah dan mengundang para warga sekitar dan wisatawan untuk menyaksikan Gema Takbir. Terlihat semua peserta menampilkan sesuatu yang menarik, seperti membawakan cerita tentang pertentangan Kyai Penghulu Masjid Besar dengan KH Ahmad Dahlan hingga terjadinya pengrobohan Langgar Kidul miliknya.
Dengan kemeriahan tersebut, Guntur berujar jika Gema Takbir ini akan digelar kembali di tahun depan dan akan menjadi agenda tahunan.
“(Semoga) bisa lebih meriah lagi dan makin banyak peserta. Bisa memberi banyak nilai tuntunan, bukan sekadar tontonan dan Gema Takbir bisa menjadi syiar dakwah menggembirakan Muhammadiyah Kraton,” harapnya. (*)
Dengan adanya Gema Takbir ini, bisa mempererat silaturahmi antar masjid/musholla Kraton agar makin solid untuk mempertahankan semangat dakwah Muhammadiyah dan keistimewaan Jogja, khususnya di Kemantren Kraton.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow