Dulu Uang Bukan Segalanya, Sekarang Segalanya Adalah Uang

Dulu Uang Bukan Segalanya, Sekarang Segalanya Adalah Uang

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Ketua Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) PP Muhammadiyah, Dr. Phil. Ahmad Norma Permata, M.A., mengatakan bahwa ada orang yang siap dan tidak siap menghadapi era disrupsi sekarang ini. Karena tidak siap maka era yang setiap saat bisa berubah ini menjadikannya susah dalam menempuh hidup.

“Tapi biasanya itu hanya karena belum terbiasa,” katanya dalam Pengajian Ramadhan 1442 H Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY hari kedua, Jum’at 23 April 2021. Acara yang digelar secara online melalui zoom meeting dan disiarkan live streaming YouTube mediamuID berlangsung sejak Kamis 22 April hingga Ahad 24 April. Hari kedua diikuti lebih dari 200 peserta.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Ia menyebut ada 3 (tiga) penyebab munculnya era disrupsi:

  1. Komersialisasi. Segala sesuatunya membutuhkan dan selalu diukur dengan uang. Hidupnya hanya “habis” untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhan hidup. Ia mencoba membandingkan dengan era sebelum  1998 yang menurutnya uang bukan menjadi penentu segalanya. Sehingga, menurutnya, terjadi perubahan perilaku.
  2. Otomatisasi. Segala sesuatunya online. Ojek online, taksi online, belanja online, pembayaran online, belajar online, wisuda online, dan lain-lain. Ia menceritakan pengalaman ketika mengurus perpanjangan pajak kendaraan bermotor di Bantul. Jika dulu perlu beberapa hari untuk jadi, sekarang ditunggu sebentar sudah jadi. Logika online memang sangat berbeda dengan manual. “Perkembangannya luar biasa. Saya termasuk yang kelelahan mengikuti perkembangannya,” kata Ahmad Norma.
  3. Terjadinya gap generasi. Menurutnya, sebelum 2010 hubungan antargenerasi hanya sebatas senioritas, masih bisa hadir bersama, nonton bola bersama, bisa duduk ngobrol bersama. Tetap tetap ada komunikasi antargenerasi. “Sekarang kita agak sulit memahami adik-adik usia 20 tahunan. Mereka hidup di dunia berbeda,” katanya.

Ahmad Norma menyebutnya sebagai generasi gadget, nalar generasi ini adalah nalar gadget. Generasi inilah yang nantinya bakal memimpin negeri. “Remaja-remaja ini tontonan dan imajinasinya berbeda. Ini yang menyebabkan terjadi disrupsi,” paparnya.

Pada bagian lain Ahmad Norma mengatakan bahwa ketika mengatasi persoalan, otak manusia itu melengkung. Pada situasi normal diatasi dengan kepala/otak, sedangkan pada situasi krisis mengatasinya dengan perasaan.

“Saya selalu mengatakan, hati-hati setelah tanggal 25, perasaan akan lebih menonjol. Terutama para PNS. Dulu kepada mahasiswa saya berpesan untuk berhati-hati ketika berkendara pada tanggal di atas 25, biasanya pak polisi sensitif,” katanya sambil bercanda. (hr)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow