Abdul Mu'ti: PTMA Harus Perkuat Kedaulatan di Tengah Era 'Matinya Kepakaran'

Abdul Mu'ti: PTMA Harus Perkuat Kedaulatan di Tengah Era 'Matinya Kepakaran'

Smallest Font
Largest Font

MEDAN - Tom Nichols dalam karyanya "The Death of Expertise" menyebut bahwa dalam rentan waktu belakangan ini terjadi fenomena “Matinya Kepakaran”, di mana banyak sekali pendapat dan pemikiran pakar dihiraukan dalam menentukan sebuah kebijakan atau menjadi rujukan sebuah permasalaha. Menanggapi kondisi tersebut, Abdul Mu'ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, meminta agar Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA) memperkuat posisinya sebagai pusat kedaulatan.

Menurut Mu'ti, seperti dilansir muhammadiyah.or.id, kepakaran yang merosot mengakibatkan kurangnya relevansi pembelajaran dan pengetahuan. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan informasi yang mudah diakses melalui perangkat genggaman, terutama dengan dukungan kecerdasan buatan (AI).

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Mu'ti menyatakan bahwa kemajuan teknologi, AI, dan berbagai pencapaian algoritmik telah membuat orang merasa bahwa ilmu pengetahuan menjadi tidak lagi penting, karena teknologi dapat menggantikannya dalam beberapa aspek. Menurutnya, otoritas seperti guru besar sudah tidak lagi dianggap sebagai sumber pengetahuan utama, mereka telah digantikan oleh 'profesor google,' dan sumber informasi tradisional seperti buku-buku tebal telah tergantikan oleh Wikipedia. Namun, Mu'ti merasa khawatir akan akurasi sumber rujukan dari Google yang sering kali kurang dapat diandalkan.

“Matinya kepakaran dan berbagai temuan di berbagai bidang teknologi modern, AI, dan berbagai bentuk capaian-capaian yang algoritmis itu kadang-kadang orang merasa bahwa ilmu menjadi tidak penting, karena dalam beberapa hal teknologi telah mampu menggantikannya,” kata Mu’ti pada (23/12) di UMSU, Medan.

Dalam menghadapi realitas tersebut, Abdul Mu'ti menyatakan bahwa PTMA memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan kedaulatan dalam empat bidang, yaitu ilmu, seni dan budaya, akhlak, serta peradaban. Dia menyoroti tantangan besar di mana banyak orang dianggap pintar tetapi tersesat, dan banyak intelektual yang tidak sesuai proporsinya dalam melakukan tugasnya.

Mu'ti menekankan bahwa profesor dan guru besar seharusnya berperan sebagai pendekar ilmu, seni dan budaya, akhlak, serta peradaban. Dia juga mengingatkan pentingnya kejujuran dalam dunia akademik, di mana kejujuran dianggap sebagai prinsip utama bagi intelektual. Oleh karena itu, Mu'ti berharap agar para guru besar menjadi agen pencerahan bagi masyarakat secara luas.

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow