Nur Ahmad Ghojali: Sarana Prasarana Muhammadiyah Belum Ramah Difabel
SLEMAN - Ratusan orang difabel resmi dikukuhkan sebagai anggota HIDIMU Wilayah D.I.Yogyakarta dan se-DIY. HIDIMU sendiri merupakan organisasi atau komunitas yang dibentuk MPKS untuk mewadahi kaum difabel agar bisa menjadi kader dan anggota Muhammadiyah.
Adanya HIDIMU ini diharapkan bisa menjadi medium untuk mengembangkan diri para penyandang difabel sekaligus menambah jaringan silaturrahmi di internal persyarikatan Muhammadiyah.
Dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY turun menyambut kehadiran HIDIMU. “Kami mengucapkan selamat kepada pengurus DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) kemudian DPD (Dewan Pimpinan Daerah) HIDIMU. Tentu insya Allah kita men-support apa yang menjadi program unggulan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah untuk MPKS ini,” kata Wakil Ketua PWM DIY Dr. Nur Ahmad Ghojali, M.A. dalam Pengukuhan HIDIMU DIY, Senin (25/12).
Ghojali juga bersyukur bahwa pembentukan HIDIMU bisa mencapai target. Dari sebelumnya hanya tiga daerah, MPKS bisa melampaui target dengan mendirikannya pada lima daerah di DIY. “Targetnya adalah terbentuk HIDIMU di tiga kabupaten/kota di DIY. Tapi, alhamdulillah di 5 kabupaten/kota sudah terpenuhi,” ucapnya dengan penuh syukur.
Kehadiran HIDIMU ini juga diharapkan bisa menambah jumlah anggota Muhammadiyah di DIY. Apalagi, salah satu program unggulan dari PWM DIY adalah tiap bulan menambah anggota Muhammadiyah masing-masing ranting adalah 5 orang.
Untuk itua, Ghojali memohon pada segenap pengurus HIDIMU daerah dan juga anggotanya untuk bisa segera memproses NBM. Dari MPKS siap membantu bila ada yang kesulitan memproses NBM bagi anggota HIDIMU, berkoordinasi dengan LPCRPM.
Sementara itu, Ghojali juga mengungkapkan akses sarana layanan publik Muhammadiyah, khususnya di kantor PWM dan PDM masih belum ramah difabel. Maka, dari PWM DIY sedang dalam proses memenuhi sarana prasarana yang ramah bagi difabel.
Tidak kalah pentingnya, banyak sekali masjid yang belum ramah difabel. Salah satunya, ketika khotbah Jumat tak semua masjid memiliki penerjemah bahasa isyarat bagi tuna rungu. Maka dari Muhammadiyah mengusahakan setiap masjid bisa ada satu penerjemah bahasa isyarat ketika khutbah untuk penyandang tuna rungu.
Selain itu, beberapa sekolah belum bisa memenuhi akses fasilitas yang ramah bagi kaum difabel yang mana menjadi apa hak untuk mereka. Oleh karena itu, ini menjadi komitmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY untuk Insya Allah bisa memenuhi akses untuk teman-teman difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Insya Allah, (fasilitas ramah difabel-red) akan dipenuhi. Dimohonkan di masing-masing daerah Muhammadiyah juga seperti itu. Agar kalau kantor-kantor, ke ruang-ruang atau ke aulanya bisa diakses oleh teman-teman ketika mengikuti pengajian workshop dan acara-acara Muhammadiyah,” jelas Ghojali. (*)
Wartawan: Dzikril Firmansyah
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow