Dua Kompetensi ini Harus Dikuasai Pendidik Madrasah Muhammadiyah se-DIY
YOGYA – Memajukan sekolah / madrasah tidak lepas dari peran penting subjek utamanya, yakni pendidik atau guru.
“Potensi pendidik menjadi salah satu ujung tombak dalam pengembangan pendidikan nasional adalah hal yang sangat nyata,” kata Dr. H. Ahmad Bahiej, S.H., M.Hum., Kepala Kanwil Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), saat bertemu dengan puluhan madrasah Muhammadiyah se-DIY, pada Kamis (16/1) di Aula Gedung Dakwah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY.
Dalam materinya yang berjudul "Memberdayakan Pendidik untuk Membangun Budaya Madrasah yang Positif", Ahmad Bahiej menekankan ada dua kompetensi yang perlu dikembangkan oleh madrasah untuk pendidik.
Kompetensi pertama adalah kompetensi diri seorang pendidik. Madrasah akan maju dan berkembang pesat apabila guru - guru atau pendidik yang ada dalam madrasah tersebut kompetensinya diri yang baik.
Ada yang perlu diperhatikan pada kompetensi diri. Ada beberapa faktor yang bisa jadi pegangan untuk menjadikan madrasah berkembang secara positif.
Faktor pertama adalah kesadaran diri. Seorang pendidik harus sadar ia menjadi seorang yang patut digugu dan ditiru. Apalagi pendidik bagi siswa-siswa dasar, menengah, dan atas akan menjadi teladan bagi para siswa sehingga mereka bisa mencontoh bagaimana para guru mengajarkan kepada mereka.
Kedua, manajemen waktu. Ketika menjadi pendidik yang baik dalam mengajarkan suatu materi kepada peserta didik, pastinya ada waktu untuk persiapan untuk hari esoknya. Sebagaimana seorang ustaz dan kiai ketika menyampaikan sesuatu harus mutholaah terlebih dahulu apa materi yang akan diberikan kepada jamaahnya.
"Apa yang guru sampaikan adalah materi itu harus penuh muatan makna, bisa ditangkap, dan bermanfaat bagi peserta didik," kata Bahiej.
Ketiga, komunikasi efektif. Kepada peserta didik, komunikasi yang disampaikan tidak hanya dalam gaya bicara atau lisan, akan tetapi perlu dibangun dengan gerakan tubuh bahkan ilusional. Bagaimana seorang pendidik menghadirkan dirinya kepada peserta didik, sehingga ilmu yang ada di dalam pendidik itu bisa sampai ke peserta didik.
Kalau dalam bahasa spiritual, pendidik dengan peserta didik perlu memiliki kesinambungan atau frekuensi yang sama. "Maka tidak ayal lagi bagi kita yang beragama Islam, doa seorang pendidik kepada anak didiknya itu juga diperlukan, agar siswa mendapatkan ilmu yang bermanfaat," jelasnya.
Keempat, kreativitas dan inovasi. Zaman sekarang, peserta didik sudah pandai dalam menggunakan gadget atau gawainya dalam bentuk apapun. Kalau pendidik tidak lebih canggih dari peserta didik, maka akan terlewati
Seringkali terjadi, seorang peserta didik menggunakan gawainya bisa 4 jam lebih lama daripada pendidiknya. Anak-anak saat ini bahkan sudah bisa menggunakan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk mengerjakan tugas sekolah dan sehari-harinya.
"Kalau kita sebagai pendidik kalah canggih, malah nantinya AI akan jadi guru bagi peserta didik, yang notabene diciptakan oleh mesin dan tak berperasaan. Perasaan yang kita miliki jadi keunggulan dan pembeda, ini harus dibangun dengan komunikasi kepada peserta didik agar tidak ketinggalan oleh anak-anak," papar Bahiej.
Kelima, perencanaan karir. Pendidik pun ada jenjang fungsionalnya, mestinya semakin senior dan lama masa baktinya, maka makin tinggi kepangkatan fungsionalnya sebagai guru.
Persoalannya banyak juga di sekolah negeri, seorang guru sudah senior tapi tak pernah naik pangkat. Akhirnya mandek di situ-situ saja, bahkan anak didiknya dulu sekarang malah jadi atasannya.
Kompetensi kedua yang perlu dikembangkan adalah sosial. Di samping secara pribadi meningkatkan apa saja kompetensi yang ada dalam diri sendiri, seorang pendidik juga perlu mengembangkan sosialnya ketika berhadapan dengan pihak atau orang lain.
Ada empat faktor yang berpengaruh, pertama keterampilan interpersonal. Bagaimana seorang pendidik bersikap kepada peserta didik, membangun empati saat ada yang tertimpa musibah, dalam belajarnya terlambat cara memahaminya berbeda dari yang lainnya. Tentu, hal-hal itu ada cara tersendiri yang harus dilakukan, sehingga anak didik yang merasa kurang perlu ada upaya yang menyamakan agar peserta didik itu sama dengan yang lain.
Kedua, kolaborasi dan kerjasama. Sebagai makhluk sosial, tentu dalam melakukan proses pembelajaran pendidik membutuhkan bantuan orang lain. Misal dengan tenaga administrasi, guru lain untuk diskusi pengembangan materi agar apa yang dianggap baik ternyata dari sumber lain memberikan perspektif yang lebih baik lagi.
Ketiga, konflik. Saat menangani friksi yang terjadi antara siswa, pendidik perlu komunikasi efektif agar para siswa bisa belajar dengan nyaman mengikuti proses belajar sesuai yang ditujukan.
Keempat, budaya inklusi. Budaya yang bersifat terbuka bagi peserta didik yang berbeda-beda, baik budaya, fisik, dan dalam memahami pelajaran. Budaya ini akan lebih menghormati dan terbuka bagi peserta didik dari latar belakang apapun, latar ekonomi apapun, keadaan fisik apapun
Kelima, etika profesi. Seorang pendidik tentu dalam lingkungan profesi peserta didik memiliki etika tertentu yang harus dijaga bersama. Memang etika-etika ini tidak tertulis, tetapi mengingat kembali bahwa guru itu digugu dan ditiru, maka itu bentuk salah satu etika profesi harus dijaga bersama.
Sebagaimana peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, maksudnya adalah guru menjadi suri teladan mempunyai etika profesi dan ketika dia menjaga etikanya maka dia akan menular kepada bagaimana peserta didiknya.
"Kalau apa yang disampaikan pendidik itu keliru, maka berimbas kepada peserta didik juga terus menerus. Seorang pendidik dituntut menjadi pribadi yang sempurna, paling tidak dihadapan peserta didik bisa memberikan contoh yang baik.
Dalam proses pembelajaran bagi peserta diri, semua hal terkait kompetensi diri dan sosial inilah yang akan menjadi pegangan kita semua. Di samping juga proses eksternal seperti pembinaan di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah seperti ini tentu menjadi administratif, peningkatan kompetensi diri dan sosial, termasuk secara organisasi di bawah naungan Muhammadiyah bisa ditata lebih baik lagi.
"Dari pimpinan Muhammadiyah DIY diharapkan melakukan pembinaan secara simultan kepada madrasah-madrasahnya," harap Bahiej.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow